Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana
seseorang tidak sanggup memenuhi
kebutuhan dasarnya, tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf
kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemiskinan merupakan masalah sosial yang terjadi di semua negara, baik
negara yang memang miskin, maupun negara yang tergolong maju. Semua negara di
dunia ini sepakat bahwa kemiskinan merupakan problema yang menghambat
kesejahteraan dan peradaban.
Kemiskinan telah
membatasi hak rakyat untuk memperoleh: (1) pekerjaan yang layak bagi
kemanusiaan, (2) perlindungan hukum; (3 rasa aman; (4) akses atas kebutuhan
hidup (sandang, pangan, dan papan) yang terjangkau; (5) akses atas kebutuhan
pendidikan; (6) akses atas kebutuhan kesehatan; (7) keadilan; (8) berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan publik dan pemerintahan; (9) berinovasi; (10)
berhubungan spiritual dengan Tuhan; dan (11) berpartisipasi dalam menata dan
mengelola pemerintahan dengan baik.
Menurut Nasikun (2006) kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
1. Kemiskinan absolut merupakan apabila pendapatan dibawah garis kemiskinan atau tidak cukup
untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang
diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.
2. Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum
menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.
3. Kemiskinan kultural mengacu pada persoalan hidup seseorang atau masyarakat yang disebabkan
oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan,
malas, pemboros, dan tidak kreatif walaupun ada bantuan dari luar.
4. Kemiskinan struktural merupakan situasi miskin yang disebabkan karena
rendahnya akses terhadap sumberdaya yang terjadi dalam sistem sosial budaya dan
sistem sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi
seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.
Data BPS yang menyatakan
masyarakat miskin per Maret 2010 sebanyak 31,03 juta jiwa yang 64,24%
diantaranya tinggal di desa. Tingginya jumlah penduduk miskin di desa dikarenakan
desa didominasi pekerjaan di sektor agraris yang mana semakin hari terjadi
penyusutan lahan pertanian. Penyusutan lahan pertanian ini disebabkan oleh alih
fungsi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan, pemukiman maupun tempat
industri.
Penyusutan lahan ini
mengakibatkan bencana sosial ekonomi bagi masyarakat desa. Bagaimana tidak,
petani yang sudah puluhan tahun menggarap sawahnya tiba-tiba dengan dalih untuk
infrastruktur jalan terpaksa menjual sawahnya kepada negara, walaupun
mendapatkan ganti rugi tetapi ketidakmampuan mengelola uang tersebut menjadikan
petani berdiam, untuk bekerja di sektor lain jelas mereka tidak punya
keterampilan. Belum lagi nasib para buruh tani yang tadinya mengantungkan
hidupnya pada kegiatan di sawah, menyusutnya sawah menyebabkan mereka mengalami
penurunan pendapatan.
Hal inilah yang
menyebabkan para buruh tani bermigrasi untuk menjadi buruh tani di lain daerah,
misalnya ketika masa tanam dan masa panen. Inovasi pertanian melalui mekanisasi
kegiatan bercocok tanam yang tanpa mempertimbangkan aspek sosial ekonomi juga
turun menyumbang penurunan pendapatan buruh tani, misalnya aplikasi mesin
penanam bibit padi yang sebenarnya jika diterapkan lebih cocok untuk daerah
dengan jumlah buruh tani yang minim.