Minggu, 14 Juli 2013

Kebijakan Impor

Kebijakan Impor

Indonesia adalah salah satu negara importir beras terbesar di dunia,
mencapai angka 3.5 – 4 juta ton per tahun (Slayton & Associates, 2003 dalam
Amang, 2004). Di luar kurun waktu tersebut pemerintah menerapkan kebijakan
lain, yaitu pengaturan jumlah impor (non-tarif) untuk menjaga agar stok beras
nasional tidak terganggu. Namun sesuai dengan kesepakatan GATT/WTO,
kebijakan non-tarif tidak lagi diperkenankan. Sejak tahun 1999, kebijakan
pemerintah telah membebaskan semua pihak untuk melakukan impor beras.
Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) mengusulan tarif bea masuk 60%
kepada pemerintah, karena pemerintah Indonesia sedang terlibat hutang dengan
IMF, tarif bea masuk tersebut menjadi 30% sesuai kesepakatan dengan IMF
(Yudohusodo, 2000). Penetapan tarif bea masuk atas impor beras melalui
Keputusan Menteri Keuangan RI NO. 568/KMK.01/1999 dengan tarif impor
sebesar Rp 430 per kilogram. Tujuan dari penetapan tarif impor adalah
meningkatkan pendapatan petani dan produksi beras, mengamankan kebijakan
harga yang ditetapkan pemerintah, stabilisasi harga dalam negeri, dan
meminimumkan beban anggaran pemerintah untuk mengamankan harga dasar
(Simatupang, 1999).
Kebijakan tarif impor telah berdampak terhadap distribusi pendapatan di
antara pelaku pasar. Berkurangnya surplus konsumen, meningkatnya surplus
produsen, serta adanya kerugian sosial (akibat terjadinya inefisiensi produksi dan
inefisiensi ekonomi) seiring dengan besarnya tingkat tarif yang diberlakukan
(Kariyasa, 2003).